Selasa, 21 Oktober 2014

Tahap-Tahap Pembentukan kepribadian


                Seseorang belajar menjadi anggota keluarga atau masyarakat melalui peroses sosialisasi. Dalam sosialisasi orang menerima dan menyesuaikan diri dengan unsur-unsur dari faktor lingkungan sosial. Sosialisasi bermula dari lingkungan keluarga kemudian meluas, lambat-laun membuat seseorang merasa menjadi bagian masyarakat. Perasaan ‘menjadi bagian’ terjadi setelah dia berhasil menerima dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan unsur-unsur kebudayaan disekitarnya. Apabila masyarakat berubah, dia pun akan menyerap dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan unsur-unsur kebudayaan di sekitarnya. Apabila masyarakat berubah, dia pun akan menyerap dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru yang muncul bersama perubahan itu.
                Sosialisasi berlangsung seumur hidup manusia, secara bertahap, bukan seketika. Sedikit demi sedikit pengalaman seseorang bertambah, nilai-nilai dan norma-norma sosial mengalami proses internalisasi. Sejak dari kelahiranya hingga dewasa, seseorang mengalami proses sosialisasi melalui tahapan-tahapan berikut ini.
a.       Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Pada saat seseorang dilahirkan, dia sudah siap mengenal dunia sosialnya, termasuk siap memahami dirinya sendiri. Pengenalan diri dan lingkungan terjadi berkat kemampuan berfikir. Kemungkinan berfikir memungkinkan seorang bayi meniru beberapa hal yang dia lihat atau yang dia dengar, walaupun masih belum sempurna. Kemudian semakin berkembang, sehingga pada tahap berikutnya seorang anak mampu meniru hampir semua prilaku orang dewasa yang ada di dekatnya. Ciri penting tahap persiapan adalah interaksi seseorang terbatas dengan anggota keluarga dekat. Karna keterbatasan ini, seorang anak belum memiliki kesadaran diri.
b.      Tahap Meniru (Play Stage)
Pada tahap ini seorang anak dapat meniru berbagai tingkah secara sempurna. Anak perempuan berusia 3 – 5 tahun mampu meniru tingkah laku wanita dewasa dalam bentuk permainan pasar-pasaran, sedangkan anak laki-laki dalam usia sama biasanya suka bermain perang-perangan.
                Dalam permainan yang dilakukan, kesadaran diri anak mulai terbentuk. Mereka memahami siapa dirinya, siapa orang tuanya, dan siapa saja saudara-saudaranya. Dia mulai menyadari, bahwa dirinya mungkin anak kedua dalam keluarganya. Sebagai anak kedua, dia menyadari bagaimana seharusnya bersikap kepada kaka atau adiknya. Sebagai anak, dia mengharapkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Dia pun menyadari sikap-sikap yang seharusnya ditunjukan kepada kedua orang tuanya. Dia pun menyadari sikap-sikap yang seharusnya ditunjukan kepada kedua orang tuanya. Pada tahap ini anak mampu menempatkan diri pada posisi orang lain.
c.       Tahap Siap Bertindak (Game Stage)

Memasuki tahap ini, seorang anak mulai mengurangi proses peniruan. Mereka secara langsung mulai berani memainkan peranan dirinya dengan penuh kesadaran. Kemampuanya dalam menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat. Peningkatan itu ditunjuk-kan dengan adanya kemampuan untuk bermain dalam kelompok atau tim. Permainan yang menunjukan kerjasama dalam tim antara lain permainan sepak bola, bola voli, dan lain-lain. Keterlibatan seseorang berperan dalam tim meningkatkan kemampuan bekerja sama dan tumbuh rasa kebersamaan dalam kelompok. Rasa kebersamaan akan tumbuh menjadi semangat membela keutuhan keluarga atau kelompoknya.
                Dalam hidup berkelompok, seseorang memiliki banyak pasangan interaksi.
Semakin banyak teman berinteraksi, hubungannya dengan orang lain semakin kompleks. Pada tahap ini, seseorang mengalami kemantapan diri melebihi dua tahap sebelumnya. Norma-norma di luar keluarga atau kelompoknya  secara bertahap dapat dipahami. Misalnya, timbulnya kesadaran bahwa di rumah orang lain terdapat tata krama yang harus dihormati. Dengan adanya kesadaran seperti itu, anak telah siap berpartisipasi aktif dalam hidup bermasyarakat.
 
d.      Tahap penerimaan Norma kolektif (generalized other)
Pada tahap ini anak telah memasuki jenjang orang dewasa. Selain dapat menempatkan diri sebagai orang lain, juga harus dapat menempatkan diri sebagai anggota masyarakat luas. Untuk ini diperlukan sikap tenggang rasa dengan sesama warga masyarakat. Di samping itu, tumbuh sikap saling menghargai, kesedian bekerja sama, dan menyadari sebagai bagian dari warga masyarakat. Seseorang mulai memperhatikan hak-hak orang lain atas dirinya, di samping hak-haknya sendiri yang dia harapkan dipenuhi oleh orang lain. Untuk itu diperlukan kesadaran akan adanya berbagai norma untuk menjamin pergaulan hidup bersama secara harmonis di masyarakat. Pada tahap ini pula seorang manusia telah menjadi warga masyarakat secara penuh.  
                 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar